Selasa, 29 Maret 2011

KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI

KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI

1.Teori Perdangan Internasional

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun (lihat Jalur Sutra, Amber Road), dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiranperusahaan multinasional.
Teori Perdagangan Internasional
Menurut Amir M.S., bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota barang impor.
Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, dan hukum dalam perdagangan.
a.Model Ricardian
Model Ricardian memfokuskan pada kelebihan komparatif dan mungkin merupakan konsep paling penting dalam teori pedagangan internasional. Dalam Sebuah model Ricardian, negara mengkhususkan dalam memproduksi apa yang mereka paling baik produksi. Tidak seperti model lainnya, rangka kerja model ini memprediksi dimana negara-negara akan menjadi spesialis secara penuh dibandingkan memproduksi bermacam barang komoditas. Juga, model Ricardian tidak secara langsung memasukan faktor pendukung, seperti jumlah relatif dari buruh dan modal dalam negara.
b.Model Heckscher-Ohlin
Model Heckscgher-Ohlin dibuat sebagai alternatif dari model Ricardian dan dasar kelebihan komparatif. Mengesampingkan kompleksitasnya yang jauh lebih rumit model ini tidak membuktikan prediksi yang lebih akurat. Bagaimanapun, dari sebuah titik pandangan teoritis model tersebut tidak memberikan solusi yang elegan dengan memakai mekanisme harga neoklasikal kedalam teori perdagangan internasional.
Teori ini berpendapat bahwa pola dari perdagangan internasional ditentukan oleh perbedaan dalam faktor pendukung. Model ini memperkirakan kalau negara-negara akan mengekspor barang yang membuat penggunaan intensif dari faktor pemenuh kebutuhan dan akan mengimpor barang yang akan menggunakan faktor lokal yang langka secara intensif. Masalah empiris dengan model H-o, dikenal sebagaiPradoks Leotief, yang dibuka dalam uji empiris oleh Wassily Leontief yang menemukan bahwa Amerika Serikat lebih cenderung untuk mengekspor barang buruh intensif dibanding memiliki kecukupan modal.
c.Faktor Spesifik
Dalam model ini, mobilitas buruh antara industri satu dan yang lain sangatlah mungkin ketika modal tidak bergerak antar industri pada satu masa pendek. Faktor spesifik merujuk ke pemberian yaitu dalam faktor spesifik jangka pendek dari produksi, seperti modal fisik, tidak secara mudah dipindahkan antar industri. Teori mensugestikan jika ada peningkatan dalam harga sebuah barang, pemilik dari faktor produksi spesifik ke barang tersebut akan untuk pada term sebenarnya. Sebagai tambahan, pemilik dari faktor produksi spesifik berlawanan (seperti buruh dan modal) cenderung memiliki agenda bertolak belakang ketika melobi untuk pengednalian atas imigrasi buruh. Hubungan sebaliknya, kedua pemilik keuntungan bagi pemodal dan buruh dalam kenyataan membentuk sebuah peningkatan dalam pemenuhan modal. Model ini ideal untuk industri tertentu. Model ini cocok untuk memahami distribusi pendapatan tetapi tidak untuk menentukan pola pedagangan.
d.Model Gravitasi
Model gravitasi perdagangan menyajikan sebuah analisa yang lebih empiris dari pola perdagangan dibanding model yang lebih teoritis diatas. Model gravitasi, pada bentuk dasarnya, menerka perdagangan berdasarkan jarak antar negara dan interaksi antar negara dalam ukuran ekonominya. Model ini meniru hukum gravitasi Newton yang juga memperhitungkan jarak dan ukuran fisik diantara dua benda. Model ini telah terbukti menjadi kuat secara empiris oleh analisa ekonometri. Faktor lain seperti tingkat pendapatan, hubungan diplomatik, dan kebijakan perdagangan juga dimasukkan dalam versi lebih besar dari model ini.

2.Perkembangan Ekspor Indonesia

Ekspor non migas Indonesia dari tahun 2002 sampai dengan 2006 menunjukkan
kecenderungan meningkat sebesar 15,9% per tahunnya. Sementara itu ekspor tahun
2007 meningkat sebesar 17,27% dibandingkan dengan tahun 2006. Keberhasilan
peningkatan ekspor tersebut didukung oleh berbagai faktor dan yang paling utama
adalah kenaikan harga sampai ke titik puncak atas beberapa komoditas di pasar
internasional.
Sektor industri merupakan sektor yang paling besar peranannya dalam
menyumbang nilai ekspor non-migas dibandingkan sektor pertambangan dan pertanian.
Data tahun 2007 menunjukkan bahwa pangsa sektor industri sebesar 82,51% terhadap
total ekspor non migas, sektor pertambangan 13,59% dan sektor pertanian terkecil
yaitu 3,89%. Kecilnya sumbangan sektor pertanian tersebut sangat disayangkan
mengingat sektor pertanian sampai sekarang menyerap tenaga kerja terbesar
dibandingkan sektor lainnya.

->Perkembangan Ekspor Non Migas ke Negara Tujuan Ekspor Utama
Ekspor non-migas Indonesia ditujukan ke berbagai negara, khususnya ke negara
di Kawasan Asia, Amerika dan Eropa. Jepang, Amerika Serikat, Singapura, dan Republik
Rakyat Cina. Pangsa ekspor Indonesia ke Jepang, Amerika Serikat dan Singapura, dan
Cina berkisar 7-16%, sementara itu pangsa ekspor ke negara lainnya masih di bawah 5%.

Selama lima tahun terakhir, peran pasar dari keempat negara tersebut belum
tergantikan oleh negara lainnya. Jepang dan Cina teridentifikasi sebagai negara yang
pasarnya paling potensial, hal tersebut ditandai dari trend ekspor (2002-2006) dan
perubahan ekspor Indonesia (2007) ke negara tersebut lebih besar dari trend ekspor
dan perubahan ekspor non-migas nasional (tabel 5). Sementara itu untuk Amerika
Serikat dan Singapura walaupun perubahan ekspor tahun 2007 cenderung meningkat,
namun masih di bawah perubahan total ekspor non migas nasional.
Di luar keempat negara tujuan ekspor utama tersebut, terdapat beberapa negara
yang potensi pasarnya cukup baik yaitu Korea, India, Thailand, Spanyol dan Australia
sehingga dapat dijadikan alternatif pasar untuk mengantisipasi menurunnya ekspor
Indonesia ke Amerika Serikat. Diantara negara-negara tersebut, India tergolong pasar
yang sangat potensial mengingat negara tersebut memiliki jumlah penduduk di atas 1
milyar, pertumbuhan ekonominya meningkat pesat serta terjadinya perubahan gaya
hidup/konsumtif masyarakat terutama golongan menengah keatasnya. Ekspor Indonesia
ke India terdiri dari minyak nabati, kayu dan produk kayu, TPT, kertas karton dan
olahannya, biji besi logam, batu bara, bagian kendaraan bermotor, pulp, kopi, teh,
coklat dan rempah-rempah.
Selain negara tersebut, alternatif lain yang dapat dijadikan tujuan ekspor
Indonesia adalah negara Timur Tengah yang diketahui memiliki perkembangan impor
dari Indonesia cukup signifikan. Namun perlu diketahui bahwa pangsa ekspor Indonesia
ke negara tersebut masih relatif kecil dan produk Cina yang memiliki harga murah sudah
banyak masuk ke pasar tersebut. Peran/pangsa ekspor ke Perserikatan Emirat Arab tahun
2007 sebesar 1,45% dari total ekspor non migas Indonesia, pangsa ekspor Saudi Arabia
sebesar 1,00% dan pangsa ke Mesir sebesar 0,64%.

3.Tingkat Daya Saing

Tingkat daya saing dunia kerja di Indonesia menduduki peringkat ke-35 dari 58 negara yang disurvei lembaga pengembangan manajemen internasional (International Management Development/IMD) pada 2010.
Peringkat daya saing Indonesia berada di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand.Oleh sebab itu, menurut dia, tidak salah jika survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Mei 2010 menyatakan angka pengangguran di Indonesia masih cukup tinggi.

Angka pengangguran mencapai 8,59 juta orang atau sekitar 7,41 persen dari 116 juta orang total angkatan kerja,
Dari angka itu, tercatat jumlah penganggur dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi mulai dari D-1 hingga S-1 mencapai 1,36 juta orang atau sekitar 15,84 persen penganggur.
Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab rendahnya tingkat produktivitas bangsa Indonesia sebagaimana hasil survei IMD,penyebab terjadinya pengangguran adalah kesempatan kerja tidak cukup mampu menyerap angkatan kerja yang ada.Selain itu, kurang berfungsinya pasar kerja dengan baik. Dalam kondisi seperti itu, terdapat lowongan pekerjaan yang belum terisi di satu pihak dan terdapat tenaga kerja yang belum bekerja di lain pihak.
Di saat yang bersamaan jumlah dan jenis tenaga kerja tidak sama sehingga terdapat hambatan mobilitas wilayah, sektoral, kesempatan, dan waktu pindah pekerjaan.

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_internasional
http://www.bni.co.id/Portals/0/Document/EKSPOR%20NON%20MIGAS.pdf
http://www.antaranews.com/berita/1276096074/daya-saing-indonesia-peringkat-ke-35-dunia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar